Monday, September 8, 2014

DIARY: Terpisah Oleh Jarak...

I wanna hold your hand...

Aku tak mengerti sama sekali mengapa pesan yang ku titipkan pada angin tak mampu tersampaikan pada sosok yang terpisahkan oleh seribu kilometer jaraknya walau yang ku harapkan hanyalah sebagian hembusan kecil dari seluruh hembusan angin yang memiliki keingingan untuk berjalan melewati ruang-ruang kesepian dan kesendirian yang menggerogoti tubuhku

Malam ini hanya sebutir bintang yang menemani dinginnya semilir angin berhembus pada malam itu, serta sebuah bulan yang sedang bergantung pada layar hitam pekat yang dengan malunya menunjukkan senyum tipisnya walaupun ku rasa ia terlihat masam. Mungkin ia menyadari akan apa yang sedang ku rasakan, berkutat antara logika dan perasaan, serta naluri ingin saling berpandangan terhadap bayangan semu wujudnya walau ku yakin sepertinya akan sangat sulit untuk mewujudkan hal tersebut mengingat dalam kondisi ini aku sedang bermusuhan dengan yang namanya "jarak".

Ya, sepertinya si "jarak" tidak bisa diajak berkompromi, entah sampai kapan aku tidak tahu, tetapi yang pasti aku yakin dialah menjadi penyebab semua hal ini terjadi.

Pada awalnya aku tidak mengenal kata "jarak" hingga akhirnya aku mengetahui bahwa kata tersebut mengandung berbagai makna tersirat yang dengan kejamnya mengubrak-abrik perasaan di hati dan tanpa tanggung jawab meninggalkan puing-puing kecil berserakan kemana-mana.

Ingin kuraih seluruh bayangan dan sisa-sisa dari jejak tertinggal, namun setiap kali ku berusaha melangkah dan meraihnya, seluruh tubuhku terasa bergedik dan menggigil, serta terasa sepertitersengan oleh aliran listrik 10.000 volt, hingga akhirnya sebuah titik air dengan beraninya dan tanpa permisi mengalir dari sudut mata sipit ini...

Aku iri pada kalian berdua, wahai bulan dan bintang. Sepertinya kalian memang ditakdirkan untuk selalu bersama dan berdampingan tanpa terpisah oleh jarak dan waktu. Aku tahu kalian berdua tidak berniat untuk membaluti setiap milimeter dari tubuhku dengan selimut kehampaan, kan? Namun itulah yang terjadi, serasa semuanya kosong, ditambah dengan semilir angin dingin yang menggidik, yang dengan mudahnya menjentikkan jari di hadapanku sehingga aku terjatuh pada dimensi paling dasar di dunia ini.

Sepertinya malam itu aku tak ingin melihat kalian berdua lagi. Sepertinya aku sangat menginginkan turunnya hujan. Karena hanya di bawah hujan lah aku bisa dengan bebas menitikkan butir-butir air dari mataku tanpa diketahui oleh siapapun.

Kata tanya "kapan" mungkin bisa menjadi salah satu kata tanya yang sangat membuat jengkel sekaligus kalut dalam kesedihan terhadap makhluk berselimut sepi seperti spesies yang sedang duduk di jendela bersama si bintang dan si bulan.

Kapan dapat bertemu dengan sedikit cahaya yang ada di ujung lorong sana, sehingga aku dapat melihat dengan jelas cakrawala di luar sana, sebuah cakrawala dimana memberikan kesempatan untuk hanya sekedar menyatukan dua ujung jari telunjuk saja?

Kapan hati ini segera terlepas dari selimut abu-abu bermerk "kesepian" dengan slogan "kesendirian" sehingga aku dapat berlari bersama udara bebas di hamparan kebahagiaan dan berputar kesana-kemarin bagaikan seorang anak kecil yang tanpa beban hidup sama sekali...

Kapan aku bisa berkompromi kembali kepada jarak? Aku sama sekali tidak pernah berniat jahat kepadamu? Tapi entah sampai kapan engkau akan terus seperti ini? Aku tidak bisa melakukan apa-apa terhadapmu, bahkan memperpendekmu saja aku tak bisa. Sangat sulit untuk terwujud dalam diorama cinta seperti ini.

Sepertinya aku harus banyak belajar dari seekor siput yang dengan perlahan berjalan menyusuri tanah basah di sana. Aku juga tidak ingin kalah darinya. Aku juga harus perlahan berjalan menuju pertemuan itu. Mungkin membutuhkan waktu, bahkan bisa sangat lama, namun bukankah semuanya butuh proses? Bukankah mencapai suatu tujuan itu, melangkah dari koordinat yang satu ke koordinat yang lain, butuh kesabaran, keteguhan dan keyakinan diri sehingga mampu bertahan terhadap segala jenis badai apapun yang menerpa...

Hey, jarak. Izinkanlah aku untuk sekedar menyentuh setitik kehangatan di ujung telunjuk nan jauh di sana...
 


2 comments:

  1. Terkadang Jarak Diciptakan Untuk Kita Menikmati Rindu. Selamat Menyesap Candu.

    Salam,
    Apisindica

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Apisindica: Kerinduan yang semakin menumpuk, sepertinya :)

      Delete

YOU MIGHT ALSO LIKE: